RSS

Bertemu "Sang Penari"


           Malam itu saya duduk sendiri di kamar sambil mainin remote TV nyari acara bagus, tapi yah gitu ujung-ujungnya pasti ke ESPN lihat pertandingan bola atau paling banter mengunjungi HBO, siapa tahu ada film keren lama yang diputar. Tak lama kemudian BBku bergetar dan mengeluarkan suara, saya melihat ada pemberitahuan email baru yang masuk, saya membacanya baik-baik dan ternyata itu adalah info bahwa sutradara, penulis skenario, dan pemain film Sang Penari akan datang di Trans Studio Makassar. OK Dini, kesempatan yang gak boleh disia-siakan walaupun saat mengajak teman-teman, hanya Tya yang mau. Teman yang lain mundur dengan teratur karena masalah finansial mahasiswa tingkat akhir.
            Jadilah hari itu saya bersama Tya dengan penuh semangat di tengah hujan pergi ke Trans Studio yang kerasa nun jauh di Tanjung Bunga bagi kami pengguna jasa pete-pete untuk mengikuti bedah film Sang Penari. Oh ya pastinya sebelum nekat ke acara ini, kami berdua sudah menonton filmnya di Bioskop beberapa hari sebelumnya. Waktu yang tepat kan untuk datang ke bedah filmnya? Filmnya sendiri cukup bagus dan berkualitas, usut punya usut saat bedah film berlangsung sang sutradara Ifa Ifansyah memberi tahu kalau film ini dibuat tiga tahun. pantas filmnya bagus.

Ifa Ifansyah, Salman Aristo dan saya

Sebelum mengikuti acara bedah film, saya dan Tya menyempatkan puas-puasin main di wahana Trans Studio, maklum kan sepaket dengan tiket bedah film, dimanfaatin dong. Finally acaranya berlangsung juga. Saat pertama kali Oka Antara naik ke atas panggung, Subhanallah cakepnya bikin meleleh, bukan hanya saya, tapi cewek-cewek disitu juga agak histeris. Acara diskusinya pun berlangsung seperti pada umumnya, dan coba tebak saya sudah siap dengan satu pertanyaan yang sudah dipikirkan dari semalam (agak lebay ya?).
            Sesi tanya jawabpun berlangsung, banyak sekali orang-orang yang angkat tangan, tapi saya melihat seakan-akan dikelilingi cahaya bundar di kepalanya ditambah dengan dua sayap putih sang MC menuju ke arahku, tanpa pikir panjang memberikan mic padaku, jadilah saya bertanya dengan sedikit memakai logat Jakarta yang saya tahu sedikit-sedikit dari FTV dan sinetron.
“mau nanya nih, kok judul filmnya Sang Penari, kenapa gak disamain sama novelnya aja, jujur yah, aku tahunya film ini dari novel Ronggeng dukuh Paruk nanti liat baik-baik posternya, kan keren tuh kalo film ini ditahu dari novel Ahmad Tohari”
“ok mbak Dini itu aja?” MC nya ikut-ikutan logat juga.
“mau nanya lagi nih mas, film ini gak bermasalah ya di Lembaga Sensor Film (LSF), jujur akunya agak keganggu dengan beberapa scene yang kepotongnya kasar amat, trus film ini memang agak kontroversi di….. (saya lama tediam memikirkan kata yang mau saya pake, maunya tadi bilang 'adegan panas' tapi agak gimana gitu ) agak kontroversi anunya di beberapa scene
“anunya apa? Anunya kasar ya?” ini bukan MC, tapi Oka yang memotong dan bertanya langsung padaku dengan iseng. Dan karena itu adalah Oka Antara sang idola, saya sedikit terbang dan kehilangan akal sehat dan dengan sangat tak disadari saya menjawab.
“iya mas anu nya, anunya mas Oka kasar” BEGOOOOOOOO STUPIDDD apa yang barusan saya bilang tadi?, satu studio terdiam sedetik dan akhrinya tertawa lepas mendengar pernyataanku tadi yang notabene berbicara di mic dan tentu saja terdengar oleh semuanya.
“wah kamu udah pernah liat anuku?” Oka bertanya sambil bercanda, dan saya hanya garuk-garuk kepala sambil menyerahkan mic ke MC.

Tya gak sengaja pake efek BW

          OK pembaca, jangan ditanya keki dan maluku saat itu, tapi ya sudahlah pengalaman lagi kan, oh iya dan akhirnya pertanyaanku tadi dijawab dengan serius. Pertanyaan pertama mas Salman Aristo sebagai penulis skenario yang jawab, katanya sih gak perlu make judul film samain sama novel, karena bukan ‘berdasarkan’, tapi film ini hanya ‘terinspirasi’ dari novel, lagipula saat meminta izin pada Ahmad Tohari untuk meng-audiovisualkan novelnya, sang penulis berpesan “jika ingin membuat filmnya, baca dan pahamilah novelnya baik-baik, kemudian tutup novel itu, lepaskan, dan buatlah film yang indah dengan imajinasimu sendiri” waahhh saya saja tergugah dengan perkataan itu. Pertanyaan kedua yang kontroversi tadi dijawab sang sutradara dengan lebih serius lagi. Katanya sih film itu aslinya kepotong banyak banget di LSF, ia mengakui ada potongan kasar di beberapa adegan dan ia akan terus  merasa bersalah pada siapapun yang menyaksikan film itu, karena menurutnya film itu udah sedikit gak utuh sampai ke tangan penonton.
         Acarapun berakhir, sang penanya yang notabene adalah saya dipersilahkan naik ke panggung (tentu saja Tya sudah standby dengan kamera di bawah panggung), yang ngasih saya  hadiah adalah Oka, saya diberi kesempatan yang lama banget untuk foto berdua sama idolaku itu, grogi, keki, senang, pengen terbang, semua perasaanku jadi satu. Dan waktu aku udah mau beranjak dari Oka karena melihat tatapan cewek-cewek yang ingin membunuhku, ternyata panitianya masih nahan untuk ambil beberapa dokumentasi lagi, jadi foto-foto lagi deh, gitu juga dengan sutradara dan penulis skenarionya. Saat semua cewek-cewek ngerumunin Oka untuk foto, saya dan Tya sudah sibuk meminta tanda tangan Ifa Ifansyah dan Salman Aristo yang free banget. gila kalian, Salman Aristo juga idola lho, penulis AADC  dan Catatan Akhir Sekolah, dua film favortiku.
       Hari di  Trans Studio itu begitu berkesan bagi saya dan Tya,  karena beberapa hari kemudian penghargaan Festival Film Indonesia (FFI atau biasa disebut piala Citra) digelar, dan Ifa ifansyah jadi sutradara terbaik, Prisa jadi artis terbaik, dan Sang Penari jadi film terbaik, wahhh bangganya, sayang Oka gak dapat, ya sudahlah gimana juga Oka tetap cakep kok.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

4 komentar:

Patta Hindi Asis mengatakan...

luar biasa din...

Dini Imanwaty Awal mengatakan...

hehehe luar biasa noraknya kali kak!!!!

Patta Hindi Asis mengatakan...

masih di makassar dininya?

Dini Imanwaty Awal mengatakan...

iya kak

Posting Komentar