Semua berawal di suatu sore yang sejuk. Aku ingat jalan itu, jalan yang selalu aku lewati saat pulang dari sekolah menuju rumahku saat saya berada di Sekolah Dasar. Jalan yang nyaman dan dipenuhi pohon yang rindang dan hanya sedikit kendaraan yang berlalu-lalang. Jauh dari kata macet, cenderung sepi.
Sore itu aku berjalan hanya dengan memakai T-Shirt putih serta celana cokelat santai di atas lutut. Aku berjalan sambil terus bercanda bersama Riana dan Tya, entah sore itu mengapa kami bisa bersama. Saat berjalan, kami berpapasan dengan cowok itu, ia berjalan berdua bersama temannya, sepertinya mereka baru saja bermain bola terlihat dari sepatu bola mereka yang penuh lumpur dan baju dan celana yang ada kotoran di sana-sini.
aku mengenal cowok itu, begitu juga dengan temannya. Saat kami berpapasan sore itu, Riana dan Tya kemudian sok mendorong diriku yang begitu malu-malu melihat cowok itu, aku hanya diam, sedikit menunduk saat saya mendongakan kepala, cowok itu kemudian menegurku dengan sangat antusias. Ia berjalan mendekatiku kemudian dengan takjub ia menarikku ke pelukannya, KAGET. Jelas saja, aku tidak menyangka ia melakukan itu padaku, dan lebih kaget lagi saya sekarang bersandar di dadanya, menempelkan wajahku di bajunya yang penuh lumpur tanpa merasa risih sedikitpun, malah menurutku pelukan ia sore itu adalah pelukan terhangat yang pernah aku terima dari seorang pria, selevel di bawah kehangatan pelukan Ayahku.
“hey aku pinjam temanmu dulu ya…” begitu katanya dengan santai sambil melambaikan tangan pada Riana dan Tya, kedua temanku itu bukannya mengatakan sesuatu, malahan mereka berdua melambaikan tangan dengan bahagia, tanda sangat menyetujui apa yang dikatakannya barusan.
Akhirnya kami bedua berjalan, cowok itu sama sekali tak melepaskanku, seakan jika ia melakukannya aku akan lenyap begitu saja. Aku berjalan disamping tubuhnya yang jangkung, memegang erat tangannya, ia kemudian berpaling padaku dengan senyumnya yang begitu indah ditambah lagi rambutnya yang dihempaskan semilir angin sore itu.
“kenapa tertawa?” itu kataku
“sorry ya, bajumu jadi kotor, wajahmu juga banyak lumpurnya”
Aku memegang pipi kiriku, aku merasakan memang disana ada lumpur yang sedikit sudah mengering, aku juga melihat baju putihku yang tadi bersih sekarang sudah lebih mirip baju berwarna cokelat, tapi bukannya marah aku malah membalas senyummnya. Kami terus berjalan, sekarang bukan di jalan raya lagi, kami memasuki tanah lapang, ada beberapa rumah penduduk dan kebetulan itu adalah sore hari, ada beberapa ibu-ibu yang menyapu di halamannya, ada beberapa anak kecil yang main kelereng, dan arggh aku lupa. Hanya saja aku sangat suka dengan kondisi lingkungan itu. Kami sampai di sebuah bangunan, mirip seperti lingkungan dan bangunan di film mengejar matahari. Ia masih memegang tanganku dan memasuki ruangan itu, ada beberapa orang di dalam, semua anak muda dan kelihatan memang seperti mahasiswa. Ia menegur seorang cewek, meminta tolong memberikan baju bersih dari kopernya yang ada di ruang tamu. Ia sendiri entah hilang kemana. Cewek ramah itu memberiku baju, dan aku mengenal baju itu, cowok itu sering memakainya di kampus, aku selalu suka jika ia memakai baju itu. Aku mengambilnya dan menghirup sedikit wangi dari baju itu, dan aku tidak ingat aku berganti pakaian di mana.
Cowok itu muncul, ia masih memakai celana yang sama, namun bajunya sekarang berwarna putih bersih, ia menarik tanganku lagi, aku tak pernah bekomentar jika ia melakukannya padaku. Aku di ajaknya naik ke sebuah bangunan, ia membantuku menaiki tangga dan saat tiba di atas, aku bisa melihat lapangan, rumah penduduk dan tentu saja matahari yang sebentar lagi akan terbenam.
“aku suka di tempat ini, hanya duduk saja tanpa melakukan apapun”
Aku tidak menjawab, hanya menatap wajahnya yang mengapa begitu menenangkan jiwa apalagi jika ia tersenyum. Aku kembali menatap lapangan itu, masih banyak anak-anak yang bermain. Tapi tak lama aku merasakan ia kembali menarikku ke pelukannya. Tanpa kata, tanpa suara, ia hanya merangkulku dengan hangat, aku bersandar di pundaknya dan melingkarkan tanganku di pinggangnya, kami berdua menatap langit, lapangan, matahari terbenam, apa saja ciptaan tuhan yang tampil di depan kami, aku kadang menutup mataku saat tangannya dengan lembut membelai rambutku.
Malamnya aku ada di kamarku, kamar yang penuh pernak-pernik AC Milan, sebuah kamar luas di rumahku di Palu. Aku berdiri di depan kaca, menatap baju cowok itu yang masih melekat di badanku, aku memperhatikan wajahku yang masih tersisa sedikit kotoran lumpur dari bajunya. Ayahku masuk ke kamarku, gayanya yang khas, sepertinya baru pulang dari Mesjid yang tepat ada di belakang rumah. Memakai baju koko cokelat dan sarung, sepertinya beliau ingin mengambil sesuatu.
“mengapa wajahmu kotor?” Ayahku bertanya
Aku tidak bisa menjawab, mana mungkin aku mengatakan yang sebenarnya. Ayah juga sepertinya tidak membutuhkan jawaban, sepetinya ia hanya mengambil gunting di meja belajarku dan kemudian keluar. Aku kembali menatap diriku di cermin, kotoran itu masih ada, aku hanya bisa senyum-senyum sendiri, tanpa mencuci muka dan mengganti baju terdahulu aku langsung tidur di tempat tidurku yang nyaman, apalagi sepreinya berwarna merah hitam.
Aku terbangun, bangun yang tiba-tiba dan tersentak.
Mataku mengelilingi kamar, sebuah tv flat yang melengket di dinding, laptop, hp, remot yang bertebaran di tempat tidur, dinding kamar ini polos tanpa poster AC Milan sedikitpun. Dan lebih-lebih tempat tidur ini berwarna biru. Jelas ini kamar rumah di Alauddin dan tentunya di Makassar.
Aku memegang wajahku, tanpa lumpur sedikitpun, bajuku? Sama seperti sore tadi, berwarna putih dan celana cokelat pendek.
Aku memegang dadaku, ada yang aneh, perih, sakit, deg-degan. Ah entahlah.
Aku terasadar ini hanya mimpi.
Hanya sebuah mimpi, tapi seperti sebuah kenyataan. Baju yang sama, setting rumah di Palu, Riana dan Tya, dan lebih-lebih pelukan yang masih aku ingat sampai sekarang.
Tapi kenapa cowok itu? Cowok yang begitu aku kenal.
malam itu, sebelum tidur aku hanya menonton dan online di laptop sebentar kemudian tidur tanpa memikirkan yang aneh-aneh apalagi cowok itu, tak pernah ada sejarah aku naksir dirinya.
bagaiamana kalau aku bertemu dia ya? Jadi malu mengingat mimpi itu
kenapa harus dia ya????
0 komentar:
Posting Komentar